Kita sering berbicara tentang masalah plastik sekali pakai terkait krisis iklim. Sering kali, kita ‘hanya’ menyoroti masalah sampah plastik yang ada di hilir. Yaitu masalah sampah plastik yang terlepas dan mencemari lingkungan. Misalnya seperti masalah sampah plastik di TPA atau masalah plastik yang ada di dalam perut paus yang mati dan terdampar di Wakatobi.
Tentu, kesadaran tentang permasalah sampah plastik yang ada di lingkungan ini merupakan permulaan yang cukup baik.
Namun, jika melihat masalah plastik sekali pakai secara lebih menyeluruh. Ternyata, masalah utama plastik sekali pakai bukan terletak di hulu atau bagian pembuangan. Melainkan di bagian Hilir, atau proses ekstraksi dan produksi, yang ternyata menyumbang gas-gas rumah kaca penyebab krisis iklim!
Dalam sebuah laporan, “Plastic & Climate: The Hidden Costs of a Plastic Planet,” yang dirilis oleh the Center International Environmental Law. Sebuah organisasi nirlaba menyebutkan bahwa jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari siklus produksi hingga pembuangan plastik terus meningkat. Hingga mencapai 2.8 Juta Metric Ton CO2. Itu setara dengan emisi karbon yang dihasilkan oleh 500 buah Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara, di tahun 2050.
Proses Ekstraksi, Pemurnian, dan Produksi Pelet Plastik
Bahan baku utama plastik adalah minyak dan gas bumi,yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. 99% plastik yang ada di dunia ini masih terbuat dari minyak dan gas bumi yang diekstrak atau diambil dari perut bumi. Tak jarang, lokasi penambangan minyak dan gas bumi ini terletak jauh di tengah laut.
Minyak dan gas bumi diambil dari perut bumi kemudian dikirim ke tempat pengolahan untuk melalui proses pemurnian. Sehingga mendapatkan berbagai macam turunan minyak dan gas bumi. Termasuk salah satunya adalah Nafta yang merupakan bahan baku pembuatan plastik.
Nafta kemudian diolah lebih lanjut untuk menghasilkan pelet atau resin plastik. Proses ekstraksi, pemurnian hingga produksi pelet plastik ini membutuhkan energi yang besar. Sehingga menghasilkan emisi karbon yang juga besar.
Dalam skala dunia, penelitian menunjukkan bahwa plastik menghasilkan jejak karbon sebesar 1.781 Million Metric Ton CO2. Sedangkan 60% dari emisi ini dihasilkan saat proses produksi dan transportasi minyak bumi hingga menjadi pelet-pelet plastik.
Proses Produksi Produk Plastik
Setelah menjadi pelet plastik, proses selanjutnya adalah mengirimkan pelet-pelet plastik ini ke tempat pengolahan dan pencetakan. Disini, pelet plastik akan diolah dan dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Proses pencetakan plastik ini membutuhkan suhu tinggi yang didapatkan dari pembakaran batu bara. Setidaknya menghasilkan emisi karbon sebesar 535 Juta Metric Ton CO2.
Pengolahan dan Pembuangan Sampah Plastik
Empat puluh persen plastik di dunia ini digunakan sebagai kemasan sekali pakai. Kemasan sekali pakai biasanya dipakai hanya dalam beberapa menit, kemudian dibuang atau diolah. Caranya dibuang ke TPA, didaur ulang, atau dibakar dengan insinerator.
Secara dampak lingkungan, daur ulang memiliki dampak lingkungan yang paling minimal. Namun, Penelitian dari Ellen MacArthur Foundation menyatakan hanya 2% plastik yang ada di dunia ini berhasil didaur ulang menjadi produk yang sama. 8% hasil plastik daur ulang didaur ulang menjadi kualitas plastik yang lebih rendah.
Fasilitas daur ulang juga sering kali mendapatkan kualitas plastik yang rendah sehingga sulit didaur ulang. Daur ulang plastik juga memerlukan energi yang besar sehingga juga menghasilkan emisi karbon yang cukup tinggi.
Selain daur ulang, sampah plastik juga diolah dengan cara dibakar dengan insinerator. Pembakaran sampah plastik dengan insinerator memberikan dampak lingkungan PALING BESAR dibandingkan dengan daur ulang dan TPA.
Berdasarkan laporan CIEL, emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran sampah plastik melalui insinerator di Amerika mencapai 5.9 Juta Metric Ton CO2 di tahun 2015. Insinerator juga menghasilkan polusi udara yang berupa zat-zat kimia berbahaya. Misal seperti dioxin dan furan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia. Penggunaan insinerator untuk pengelolaan sampah plastik menghasilkan masalah baru dan menambah emisi karbon penyebab krisis iklim.
Lalu, Apa Kaitan Sampah Plastik, Emisi Karbon, dan Krisis Iklim?
Setelah kita tahu, proses produksi plastik, yang dimulai dari ekstraksi minyak bumi hingga pengolahan sampah, menghasilkan emisi karbon yang sangat tinggi.
Semakin tinggi emisi karbon yang dihasilkan, maka semakin tinggi konsentrasi gas-gas rumah kaca yang ada di atmosfer. Konsentrasi gas rumah kaca yang tinggi di atmosfer menyebabkan peningkatan suhu bumi dan berujung pada krisis iklim yang kita alami saat ini.
Yuk mulai sekarang, coba kurangi plastik dari diri sendiri, mulai dari hal yang sederhana seperti:
- Membawa tas belanja sendiri
- Membawa botol minum dan tempat makan sendiri saat membeli makanan diluar
- Mengurangi produk dengan kemasan plastik dan yang terbuat dari plastik
- Memilah sampah di rumah
- Mendaur ulang
- Mengompos di rumah