Siapa yang menyangka, bahwa timbunan sampah di dekat desa mereka adalah sebuah bom waktu yang siap untuk membuat ledakan besar kapan saja. Nahasnya, ledakan itu terjadi pada tanggal 21 Februari 2005 saat dini hari. Dimana hampir semua orang terlelap di rumahnya masing-masing, sehingga tak punya cukup waktu untuk menyelamatkan diri. Sebuah tragedi yang pada akhirnya kita kenang sebagai Hari Peduli Sampah Nasional.
Peristiwa mengerikan itu menjadi salah satu tragedi yang sangat melekat, sebagai salah satu bukti bahwa sampah bisa sangat mengancam hidup kita. Sebanyak 157 orang meninggal, tertimbun oleh gunungan sampah TPA Leuwigajah yang longsor, meratakan pemukiman di Kampung Cilimus dan Kampung Pojok. Menjadi catatan hitam, bagi oknum-oknum yang lalai menunaikan kewajiban dan masyarakat yang kurang peduli dengan sampah. Setelah hampir 16 tahun berlalu, kita akan memperingati kembali Hari Peduli Sampah Nasional, apakah ada perbedaan?
Tragedi Kembali Berulang
Ledakan di TPA Leuwigajah masih mengerikan jika kita ingat kembali, namun sepertinya belum cukup menjamin. Tak ada perubahan signifikan pada perilaku masyarakat maupun pemerintah dalam menghadapi sampah. Buktinya? Kejadian yang serupa kembali terulang di beberapa TPA ini:
- Kali Cisadane, sungai terbesar yang menghubungkan beberapa kota, Bogor, Tangerang dan Tangsel, terisi banyak sampah dalam sekejap. Tanggal 22 Mei 2020, TPA Cipeucang yang berada di Kampung Cipeucang, Serpong, longsor. Timbunannya yang selama ini hanya dibiarkan menumpuk begitu saja, menutupi sebagian besar badan sungai.
- Hal yang sama juga terjadi di zona lima TPA Sumur Batu, Bekasi. Pada Rabu 2 Desember 2020, timbunan sampah yang menggunung longsor karena telah melebihi kapasitas. Menyedihkannya, hal itu terjadi tidak hanya sekali ini, tapi sudah berulang kali. Bahkan pada peristiwa longsor tahun sebelumnya (9 April 2019) dibarengi dengan banjir, karena bersamaan dengan musim penghujan.
- Hanya berselang satu bulan setelahnya, tanggal 11 Januari 2021 longsor kembali terjadi di kawasan TPA lain. Tepatnya di Desa Tlekung, Kota Batu, hingga menutup akses jalan selama beberapa waktu.
Ternyata kejadian seperti itu terus saja terjadi dan belum ada perubahan berarti. Meski kita sudah memperingati Hari Peduli Sampah Nasional selama 15 tahun. Apakah kita akan terus menyalahkan alam? Jika faktanya semua timbunan sampah itu adalah hasil dari aktivitas manusia selama ini. Dibiarkan saja menumpuk menjadi gunung sampah, dimana gas metana terus terakumulasi terperangkap di dalam tanah dan siap meledak kapan saja. Timbunan yang bisa dengan mudah longsor saat musim penghujan, lalu menjadi gangguan transportasi, atau bahkan bencana yang merenggut banyak nyawa, seperti di TPA Leuwigajah.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Saat tragedi-tragedi seperti itu semakin intens terjadi dan sampah semakin menggunung, apakah kita tetap akan berdiam saja? Faktanya, semua sampah itu kontribusi nyata dari aktivitas manusia.
Jadi siapa lagi yang wajib untuk bertanggung jawab jika bukan kita sendiri?
Untuk bisa menghadapi masalah timbunan sampah itu, kita perlu:
1. Kurangi Produksi Sampah (Refuse & Reduce)
Langkah awal yang paling efektif untuk mengurangi timbunan sampah tentu saja adalah dengan mengurangi produksi sampah. Kita bisa bantu mengurangi timbunan sampah sisa makanan dengan makan secukupnya dan habiskan! Selain itu prioritaskan untuk membeli produk yang bisa dipakai berkali-kali dan berkelanjutan, sehingga tak mudah dibuang.
2. Mulai mengompos!
Faktanya sampah di TPA dipenuhi oleh sampah organik yang diproduksi dari kegiatan rumah tangga. Dengan mulai mengolah sampah organik menjadi kompos, otomatis kita bisa bantu menguranginya. Sama sekali tak sulit kok! Kamu bisa membuat lubang biopori untuk kompos. Kalaupun tak punya halaman, Kamu bisa pakai wadah seperti ember bekas atau jika kesulitan, kamu bisa membeli ember atau wadah komposter di Sustaination (Psst, Gratis pelatihan selama 2 minggu loh!).
3. Memilah Sampah dan Kirimkan
Lalu bagaimana dengan sampah anorganik? Kamu olah lagi menjadi barang-barang yang berguna, misal botol plastik menjadi pot tanaman. Kalaupun Kamu tak bisa mengolahnya, sampah anorganik (yang sudah terpisah dengan organik) bisa Kamu kirimkan ke pengolah sampah. Misal ke bank sampah atau dijemput untuk diolah!
4. Share it!
Jika saja satu orang bisa mengurangi produksi sampah sampai 2 kilo per minggunya, bayangkan berapa ton yang bisa kita kurangi jika banyak orang juga ikut mengolah sampah! Karena itu tak perlu ragu untuk menyuarakan tentang pentingnya memilah dan mengolah sampah. Mulai dari keluargamu, teman, pacar, tetangga, dan sebagainya. Bisa juga loh Kamu share cerita ini di media sosial Kamu!
5. Dukung Petisi dan Gerakan Lingkungan
Semua aksi ini pasti akan jauh lebih cepat jika didukung pemerintah. Sayangnya program dan kebijakan untuk pengolahan sampah masih minim. Lalu bagaimana? Kamu bisa kok ikut serta dukung petisi dan gerakan minim sampah, supaya pemerintah lebih mendengar dan menyadari tentang urgensitas masalah sampah ini.
6. Bisnis dari Sampah, Why not?
Nah ini menariknya! Kamu juga bisa bantu selamatkan lingkungan sekaligus dapat penghasilan dengan berbisnis dari sampah. Misalnya dengan mengolah sampah organik, lalu Kamu jual komposnya. Atau Kamu olah sampah anorganik, jadi kerajinan atau barang yang unik estetik. Bahan baku melimpah, gratis dan dapat untung! Seru, kan?
Harapannya, tidak perlu lagi terjadi tragedi menyedihkan, baik itu ledakan ataupun longsor akibat gunungan sampah. Dengan peran yang lebih aktif dan konsisten dari pemerintah, masyarakat, termasuk kita sendiri dalam mengolah sampah. Bukan hanya di Hari Peduli Sampah Nasional saja, tapi setiap hari hingga seterusnya!
-
Komposter Mini Sustaination 8 LRp 189.000
-
Komposter Ember Sustaination 25 LRp 299.000
Pingback: Sustaination Ajak Masyarakat Dukung Palestina, Lewat Workshop Mengompos - Sustaination