Tahun 2018 adalah tahun yang penuh pembelajaran untuk saya. Di awal tahun 2018 ini saya memulai untuk belajar menerapkan dan memahami gaya hidup berkelanjutan dan minim sampah hingga akhirnya terbentuklah Sustaination. Dari satu tahun ini, saya belajar bahwa ada makna lebih dalam dari istilah zero waste yang sering kali kita kaitkan ‘hanya’ dengan nol sampah atau minim sampah rumah tangga dan plastik. Padahal, lebih dari itu, konsep zero waste akan lebih bermanfaat bila kita menerapkannya secara menyeluruh.
Disini, saya akan mencoba merangkum 6 miskonsepsi yang sering terjadi pada istila zero waste, yup termasuk saya sendiri pun pernah berpikir seperti ini.
1. Zero waste berarti nol sampah
Bagi saya, tidak ada orang yang akan berhasil 100% hidup tanpa menghasilkan sampah. Masih ingat diagram 5R yang dimulai dari REFUSE dan diakhiri oleh RECYCLE? Artinya, sebisa mungkin kita memang harus mencegah terjadinya sampah, tapi jika terpaksa, pilih barang-barang yang bisa di daur ulang secara sirkular misalnya seperti bahan stainless steel dan kaca yang bisa di daur ulang terus menerus tanpa mengalami penurunan kualitas. ‘Trash in a mason jar’ tanpa mengangkat ‘recycle’sebagai salah satu opsi terakhir dalam usaha pengurangan sampah membuat gaya hidup ini terasa sangat sulit dan impossible karena sistem ekonomi yang ada saat ini belum mendukung sama sekali gaya hidup ini.
Jika kita sudah melakukan 5R dengan benar, kita akan masih tetap memproduksi sampah. Kenapa? Sederhana saja, sistem ekonomi kita sata ini belum mendukung gaya hidup minim sampah karena bersifat linear – produksi, pakai, buang. Stop feeling guilty by producing waste if you are doing 5Rs right. It’s not you, it’s the system.
2. Tidak sama dengan nol plastik
Kampanye zero waste erat kaitannya dengan kampanye plastic free. Tapi apakah betul hidup zero waste harus betul-betul 100% terbebas dari plastik? Well, not really. Pertama kita perlu meluruskan plastik apa yang harus kita hindari dan membahayakan lingkungan yaitu plastik sekali pakai, barang-barang disposables dan yang sangat sulit di daur ulang, misalnya seperti bahan campuran komposit plastik dan aluminium – bahan sachet. Hidup minim sampah artinya kita wajib menghindari jenis plastik sekali pakai ini. Tapi, faktanya, banyak sekali orang, termasuk saya sendiri, yang memulai hidup minim sampah tidak dari rumah yang kosong. Artinya, masih banyak sekali ‘dosa’ plastik sekali pakai dan juga jenis – jenis plastik lain (misalnya seperti kotak makan dan botol minum plastik) yang sudah terlanjur ada di rumah. Lalu bagaimana sebaiknya dengan yang sudah ada dirumah? Ya dipakai dong! Hehe.
Pembuatan plastik sendiri sangat membutuhkan banyak energi. Bayangkan, bahan baku plastik itu berasal dari minyak bumi yang untuk kasus di Indonesia, bahan baku ini harus didatangkan dari luar negeri (impor). Bayangkan berapa emisi yang dikeluarkan hanya untuk membuat plastik – yang hanya akan dipakai sekian menìt tau bahkan detik? Belum selesai dari sisi perjalanan bahan baku, pembuatan biji plastik hingga menjadi produk jadi yang siap pakai membutuhkan proses yang rumit dan energi yang besar. So, Please honour the plastic you have at home! Pakai ulang kembali plastik yang ada dirumah selain untuk menyimpan makanan. Alih fungsikan seperti menjadi tempat penyimpanan asesoris atau mainan anak agar tidak beresiko membahayakan kesehatan.
3. Gaya hidup zero waste harus dimulai dengan membeli barang-barang zero waste
Sebetulnya apasih barang-barang zero waste atau zero waste gadget? Kebanyakan influencer dan blogger yang mempromosikan gaya hidup minim sampah memperlihatkan perlengkapan zero waste yang minimalis, cantik, dan yang pasti instagrammable. Perilaku ini membuat gaya hidup ini terkesan mahal dan hanya untuk kalangan elit.
Padahal, esensi hidup minim sampah itu bukan dari barang-barang minimalis yang cantik dan instagrammable, tapi lebih ke pengurangan barang-barang yang kita miliki. Own less is the key! Judulnya aja zero masa mau nambahin barang-barang lain dirumah? Yuk, kita coba lihat di sekitar rumah kita apakah ada barang-barang yang sebetulnya bisa mendukung gaya hidup minim sampah? Remember, the most sustainable things are the things you’ve already had at home! Yuk coba gunakan diagram ini sebagai purchase decision tree untuk membantu kamu sebelum membeli barang.
4. It is all about the packaging
Kebanyakan dari kita memandang gaya hidup zero waste adalah tentang bulk, tanpa kemasan, tanpa plastik. Padahal, makna zero waste itu lebih luas dari hanya sekedar limbah atau sampah kemasan lho. Artinya begini, bisa saja sebua produk bisa dibeli tanpa kemasan atau dengan cara isi ulang, tapi memiliki dampak yang berbahaya bagi lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembelian sabun deterjen secara bulk dengan sistem isi ulang yang ada di beberapa daerah. Cara ini memang berhasil mengeliminasi sampah plastik kemasan, tapi apakah sabun deterjen ini aman dari segi kesehatan? Apakah tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan? Jika sabun deterjen yang dibeli ini masih memiliki dampak negatif bagi lingkungan dari air limbah yang dihasilkan, berarti sabun ini belum memenuhi kriteria zero waste bukan? Kan masih menghasilkan waste atau limbah air cucian yang berbahaya?
Please be conscious and be mindful ketika kalian membeli sesuatu termasuk barang-barang tanpa kemasan. It’s good that we can eliminate the waste from the packaging, tapi kita juga harus lihat kembali kandungan dan bahan-bahan kimia yang ada di dalam produk tersebut apakah berbahaya bagi lingkungan atau tidak. Zero waste is not just about the packaging!
5. All of us MUST go for Zero Waste
Believe me or not, It’s one of my dream when all the stakeholders : government, companies, and the poeple work together to eliminate the waste and move towards circular economy. Tapi, jangan lupa, ada orang-orang yang sampai sekarang belum atau tidak memiliki akses untuk melakukan gaya hidup ini. Misalnya, sedang sakit, berkebutuhan khusus, atau mungkin tinggal di daerah dimana opsi disposables adalah pilihan terbaik! (contohnya saat tidak memiliki akses ke air bersih). Zero waste is all about access. So, Please know your limit.
6. Saving the planet is no.1 priority
Masih berkaitan dengan poin ke #4, bahwa zero waste itu lebih dari sekedar menghindari sampah kemasan. Bukan hanya sekedar memakain bahan-bahan alami yang baik untuk alam, tetapi kita juga harus memperhatikan dampak bahan-bahan tersebut terhadap tubuh dan kesehatan kita. Buat saya, gaya hidup zero waste HARUS mendukung kesehatan. Jangan sampai, kita mengorbankan kesehatan kita hanya karena ingin mengindari sampah kemasan.
Salah satu yang sering saya jumpai adalah penggunaan tabir surya alami baik yang dijual maupun yang dibuat sendiri. Saya tidak akan pernah menganjurkan untuk membuat tabir surya sendiri karena ini dekat kaitannya dengan kanker kulit! Dan saya tidak akan mengorbankan kesehatan dan keselamatan saya dan keluarga saya hanya karena ingin menghindari plastik kemasan tabir surya. Kita tentu bisa memilih tabir surya yang sifatnya coral safe. Dan jika memang betul ada penjual yang mengklaim SPF, coba tanyakan uji lab dan sertifikasinya! Karena SPF tidak serta merta bisa dhitung kasar namun harus menggunakan uji lab.
Begitu juga dengan barang-barang lain seperti deodoran dan pasta gigi. Please do your own research diluar hanya sebatas sampah kemasan. We need you to save the planet! Jadi, kita perlu menjaga kesehatan kita sebelum menyelamatkan bumi. Health over saving the planet, Setuju ?
Kamu bisa juga dengarkan podcast #SustainTalks tentang Miskonsepsi Zero Waste dibawah ini.
Jadi apa lagi miskonsepsi zero waste menurut kalian?
Pingback: SustainTalks ep. 02 - Miskonsepsi Zero Waste - Sustaination