Tidak banyak yang mengetahui, bahwa 50% dari ekosistem mangrove di Delta Mahakam, Kutai Kartanegara telah rusak. Berdasarkan data dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), pembangunan pipa gas dan area tambak telah mengurangi sebanyak kurang lebih 60.220 hektar. Padahal tambak nelayan tidak dapat berfungsi secara optimal ketika tidak didukung oleh ekosistem mangrove. Hutan mangrove yang selama ini berperan sebagai penyaring air laut sebelum masuk ke tambak.
Itulah sebabnya, beberapa penduduk setempat, khususnya yang bekerja sebagai petani tambak, berupaya untuk memperbaiki ekosistem mangrove. Mereka berusaha untuk menghijaukan kembali Delta mahakam agar hutan mangrove dapat mendukung tambak sekaligus mencegah air pasang masuk ke pemukiman.
Pembibitan Mangrove
Penduduk berusaha untuk merehabilitasi mangrove dengan cara silvofishery. Metode ini dilakukan melalui penghijauan sekaligus budidaya kepiting, lobster, udang dan ikan. Dengan begitu, ekosistem tambak tidak mengganggu keberadaan ekosistem mangrove. Mereka fokus untuk mengembangkan tambak yang ramah lingkungan, tanpa penebangan mangrove ataupun penutupan hutan.
Daya dukung masyarakat dalam program restorasi mangrove Delta Mahakam juga terus diupayakan oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Petani tambak dan nelayan dilibatkan ke dalam berbagai program, seperti BRGM, Pen, BPDAs, termasuk program dari pihak swasta maupun NGO. Dengan semua upaya ini, harapannya tutupan hutan mangrove tidak bertambah lagi, tapi justru berkurang.
Yayasan yang bergerak di bidang lingkungan seperti YKAN pun juga turut serta mendukung upaya ini, bersama dengan yayasan lain. Mereka berbagi area dengan Yayasan Mangrove Lestari dan Yayasan Bioma agar proses restorasi hutan dapat berjalan lebih cepat. Diharapkan program ini dapat terus dijalankan secara berkesinambungan dan didukung oleh semakin banyak pihak. Dengan begitu, aktivitas ekonomi dan sosial bisa berjalan selaras tanpa menimbulkan kerusakan pada lingkungan!
Sumber: Mongabay